Pengertian anti septik
Antiseptik berasal dari bahasa yunani yang secara singkat berarti anti kuman. Antiseptik merupakan senyawa kimia yang biasa digunakan pada jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi atau berkembangnya kuman. Antispetik permukaan tubuh luar mahluk hidup. Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba, dan ada pula yang hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba, antiseptik hanya dapat dipakai melawan bakteri.
Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme bergantung pada beberapa faktor antara lain adalah :
1. Mempengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik.
2. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi biokimia membran bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri tersebut.
3. Ketika konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis (pembuatan) makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan Lama paparan antiseptik?asam nukleat (DNA atau RNA). Berbanding lurus dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme.
Antiseptik sangat direkomendasikan ketika terjadi epidemi penyakit karena dapat memperlambat penyebaran penyakit. Diantara zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah alkohol, iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme. Dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida, zat antiseptik yang sangat kuat, akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila digunakan pada bagian tubuh atau jaringan lembut. Lain halnya dengan perak nitrat, dengan kekuatan membunuh yang lebih rendah, namun ia aman digunakan pada jaringan yang lembut, seperti mata atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan mikroorganisme dalam waktu kurang dari 30 detik. Sementara itu antiseptik lain bekerja lebih lambat, akan tetapi memiliki efek yang cukup lama. Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu terhadadap kekuatan antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang sama), atau yang lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri, pertama kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses pembedahan.
Jenis-jenis antiseptik
Beberapa antiseptik yang umum digunakan antara lain adalah etakridin laktat (rivanol), alkohol, yodium, dan hidrogen peroksida. Sebagian besar produk antiseptik di pasar mengandung satu atau lebih campuran zat tersebut.
1. Etakridin laktat (rivanol)
Etakridin laktat adalah senyawa organik berkristal kuning oranye yang berbau menyengat. Penggunaannya sebagai antiseptik dalam larutan 0,1% lebih dikenal dengan merk dagang rivanol. Tindakan bakteriostatik rivanol dilakukan dengan mengganggu proses vital pada asam nukleat sel mikroba. Efektivitas rivanol cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif daripada gram negatif. Meskipun fungsi antiseptiknya tidak sekuat jenis lain, rivanol memiliki keunggulan tidak mengiritasi jaringan, sehingga banyak digunakan untuk mengompres luka, bisul, atau borok bernanah. Pada ternak biasanya digunakan untuk mengoles bagian yang luka dan kemudian dilakukan pengobatan lainnya. Larutan rivanol dapat membantu mempercepat penyembuhannya. Untuk luka kotor yang berpotensi infeksi lebih besar, penerapan jenis antiseptik lain yang lebih kuat disarankan setelah luka dibersihkan.
2. Alkohol
Alkohol merupakan jenis antiseptik yang kuat. Alkohol dapat membunuh kuman dengan cara menggumpalkan protein dalam selnya. Kuman dari jenis bakteri, jamur, protozoa dan virus dapat terbunuh oleh alkohol. Alkohol (yang biasanya dicampur yodium) sangat umum digunakan untuk mensterilkan kulit sebelum dan sesudah pemberian suntikan dan tindakan medis lain. Alkohol bisa digunakan untuk mensteril perlatan peternakan sperti alat tusuk keluh, atau tali yang yang akan dimasukan hidung setelah dikeluh. Jenis alkohol yang digunakan sebagai antiseptik diantaranya adalah etanol (60-90%), propanol (60-70%) dan isopropanol (70-80%) atau campuran dari ketiganya. Metil alkohol (metanol) tidak boleh digunakan sebagai antiseptik karena dalam kadar rendah pun dapat menyebabkan gangguan saraf dan masalah penglihatan. Metanol banyak digunakan untuk keperluan industri.
3. Yodium
Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut yodium tinktur) untuk sterilisasi kulit sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan. Generasi baru yang disebut iodine povidone (iodophore), sebuah polimer larut air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit yodium aktif yang dapat menciptakan efek berkelanjutan. Salah satu merk antiseptik dengan iodine povidoneadalah betadine. Keuntungan antiseptik berbasis yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya. Yodium menewaskan semua patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain.
4. Hidrogen peroksida
Larutan hidrogen peroksida 6% digunakan untuk membersihkan luka dan borok. Larutan 3% lebih umum digunakan untuk pertolongan pertama luka gores atau iris ringan di rumah. Hidrogen peroksida sangat efektif memberantas jenis kuman anaerob yang tidak membutuhkan oksigen. Namun, oksidasi kuat yang ditimbulkannya merangsang pembentukan parut dan menambah waktu penyembuhan. Untuk mengurangi efek sampingnya, hidrogen peroksida sebaiknya digunakan dengan air mengalir dan sabun sehingga paparannya terbatas. Jika menggunakan hidrogen peroksida sebagai obat kumur, pastikan Anda mengeluarkannya kembali setelah berkumur. Untuk mengatasi infeksi kuman jangan menelannya. Beberapa zat alami seperti madu, lidah buaya dan bawang putih juga bisa digunakan sebagai antiseptic.