Mengenal Pengertian Antibiotik

Menururt asal kata antibiotik berasal dari dua kata Yunani, yaitu ‘anti’ yang berarti ‘melawan’ dan ‘bios’ yang berarti ‘hidup’. Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik, kuman, jamur, dan aktinomiset, yang juga mempunyai khasiat untuk menghambat, menghentikan atupun membunuh laju pertumbuhan jasad renik lainnya. Antibiotik yang yaitu memiliki kahsiat mematikan atau mengahambat pertumbuhan banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi makhluk hidup (hewan atau manuisa) relative kecil.

Rasyaf (1992) menyatakan bahwa antibiotik merupakan hasil produksi mikroorganisme yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya, diantaranya: (1) Bacitracin, digunakan dalam campuran ransum atau melalui air minum. Antibiotika ini digunakan untuk mencegah penyakit selama cekaman dan untuk necritik enteritis; (2) Chlortetracycline dapat digunakan sebagai campuran di dalam ransum atau melalui air minum, antibiotika ini jangan digunakan pada unggas pedaging bibit, kadangkala antibiotika ini dapat pula untuk Coccidiosis; (3) Penicillin, antibiotika ini digunakan dalam air minum dan juga melalui suntikan, campuran vitamin + mineral untuk mencegah cekaman; (4) Tylosin, digunakan dalam campuran ransum dan air minum untuk mengobati penyakit pernapasan pada unggas pedaging di masa awal; dan (5) Lincomycin, antibiotika yang digunakan dalam campuran ransum dan dalam air minum.

Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih. Namun, akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang penggunaan antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak, hal ini disebabkan karena dua faktor utama. Pertama, kemungkinan hadirnya residu dari antibiotik yang akan menjadi racun bagi konsumen, penyebab kedua antibiotik dapat menciptakan mikro-organisme yang resisten dalam tubuh manusia atau ternak (terutama bakteri-bakteri pathogen seperti Salmonella, E. coli dan Clostidium perfrinens).

Antibiotik digunakan untuk melawan infeksi dengan cara pencegahan atau pengobatan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa antibiotik telah terbukti sangat berguna dalam memberantas penyakit-penyakit tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa aureomisin (kholtetrasiklin), basitrasin, zink basitrasin, penisillin, oleandomisin, dan virgimisin, dicampurkan dalam ransum berguna sekali untuk merangsang pertumbuhan anak-anak hewan.

Antibiotik digunakan dalam pemberian ransum pada anak sapi sebelum rumen berkembang sempurna dan dalam beberapa hal telah diberikan pula pada anak sapi yang sedang digemukkan. Antibiotik tidak hanya digunakan untuk pengobatan penyakit, tetapi juga diberikan sebagai makanan tambahan. Pada ternak sapi penyakit diare merupakan masalah penting yang dapat mengakibatkan kematian, infeksi dan kerugian bagi peternak. Pemberian chlortetracycline dan oxytetracyclin pada anak sapi dan anak babi dapat mengurangi gejala penyakit diare.

a) Klasisifikasi Antibiotika

Berdasarkan cara kerjanya antibiotik di bedakan ke dalam kelompok sebagai berikut :

- Kelompok yang menghambat dinding sel, misalnya penisilin, basitrasin, Novobiosin, Sefaloprosin dan vancomisin.
- Kelompok yang merusak membran sel contohnya : polimxin, colistin, novobiosin, gentamisin, nistatin, dan anfoterisin B.
- Kelompok yang menghambat sintetis protein contohnya tetrasiklin, khloramenisol, neomisin, streptomisin, kanamisin, eritromisin, oleandomisisn, tilosin dan linkomisin.
- Kelompok yang menghambat sintetis asam nukleat contohnya aktinomisin, sulfonamida, dan derivat kuinolon.

Berdasarkan sifat kuman yang peka antibiotika dibedakan kedalam kelompok sebagai berikut :

- Kelompok yang peka terjadap kuman gram positif, contohnya penisilin, basitrasin, Novobiosin, Sefaloprosin, oleandomisisn dan tilosin.
- Kelompok yang peka terhadap kuman gram negatif, contohnya polimxin, colistin, kanamisin, gentamisin, neomisin, streptomisin dan dihidro streptomisin.
- Antibiotka yang termasuk dalam kelompok berspektrum luas contohnya ampisilin, amoksilin, hetalisin, tetrasiklin, khlomaromfenikol, sedaiaan sulfa, nitrofurans dan sufaloprosin.

Berdasarkan kemampuan antibiotika terhadap kuman dan pertumbuhannya, antibiotika dibedakan kedalam kelompok sebagai berikut :

- Kelompok yang bersifat bakterial contohnya penicilin (kadang tergantung konsentrasi obat) streptomisin, basitrasin, neomisilin, polimiksin dan nitrofurans.
- Kelompk yang berisfat bakteriostatik contohnya sediaan sulfa, tetrasiklin, khloramefenikol, eritromisin, tilosin, oleandomisin dan nitrofurans.

b) Mekanisme Kerja Antibiotik

Kematian kuman oleh antibiotika mungkin disebabkan oleh karena antibiotika terikat pada dinding sel membran sel atau reseptor didalam kuman. Hal ini kemungkinan terjadi karena antibiotika mampu :

- Menghambat sintesis dinding sel kuman atau mampu mengubah struktur dinding sel.
- Mengganggu fungsi sel membran dan atau
- Mempengaruhi sintesis protein atau metabolisme asam nukleat.

Mekanisma kerja antibiotik yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri, dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi.

c) Pembuatan Antibiotika

Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana mikro organisme dibiak dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus. Kedalam cairan pembiakan disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat pertumbuhan jamur sehingga produksi antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotika dimurnikan dan ditetapkan aktifitasnya beberapa antibiotika tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara kimiawi, antara lain kloramfenikol.

Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg), kecuali zat yang belum sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya Polimiksin, Basitrasin, atau karena belum diketahui struktur kimianya, seperti, nistatin.

Selain untuk terapi, antibiotik biasa digunakan sebagai zat gizi tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin, tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

Dengan diketahuinya rumus kimia dan susunannya, maka senyawa kimia tersebut dapat dibuat secara sintetik. Dengan adanya sintesis antibiotik maka penanganan dan pengobatan terhadap penyakit menjadi lebih mudah untuk dilakukan.

Penggunaan antibiotik harus sesuai dosis yang telah dianjurkan, sebaiknya dalam pemberian minimal 3 hari hal ini untuk mencegah resistensi kuman dalam tubuh. Selain itu penggunaan antibiotik seharusnya didahului dengan diagnosa secara tepat, perlu diingat bahwa antibiotik hanya pengobatan penyakit yang di sebabkan oleh bakterial saja.

Untuk menhindari kemungkinan terjadi hal negatif dalam pengobatan dan penggunaan antibitok harusnya disesuaikan dengan aturan dan juga dosis. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pengobatan, pemakaian antibiotik harus merujuk pada berbagai kemampuan antibiotik dalam melawan bakteri.

Beberapa jenis penyakit ternak yang dapat diatasi dengan antibiotik (sulfonamida) adalah :

Aktinobbasilosis
Aktinomikosis
Coksidiosis
Mastitis
Ehrichiosis
Colibasilosis
Necrobasilosis oral, foot rot,
rhinitis, nekrotik, metritis.
Infecsius polyartritis
Pneumonia, mastitis
Salmonellosis
Adenitis equorum
Toxoplasmosis
Salmon poisoning

Untuk kuman kuman yang tidak peka terhadap sulfonamida meliputi streptococcus anaerob, thypoid, parathypoid, P. Tularensis, H pertusis, Leptospira spp, Borellia sp, dan micobakterium tuberculosis.
Selain untuk speies mamalia dalam praktek sedaiaan sulfa banyak sekali digunakan di dalam peternakan unggas untuk mencegah dan mengatasi berbagai penyakit antar lain pullorum, colera unggas, coryza dan cocsidiosis.

d). Resistensi Antibiotik

Produk yang berasal dari ternak yang menggunakan antibiotik (antimikroba) yang dikonsumsi oleh manusia dapat memberikan resiko terhadap kesehatan. Munculnya kecemasan ini menyebabkan beberapa jenis antimikroba telah dilarang penggunaannya di dalam pakan ternak (Barton, 2000). Menurut Huyghebaert (2005), bahwa pada tahun 1999 Uni Eropa (EU) telah melarang empat (4) antibiotik perangsang pertumbuhan (Growth promotant antibiotic) seperti tylosin, spiramycin, zinc-bacitracin, dan virginiamycin.

Penggunaan antibiotik secara terus menerus dalam dosis yang rendah pada ternak dapat menyebabkan mikroba tersebut menjadi resisten. Proses terjadinya resistensi dapat melalui mutasi gen, penghambatan aktivitas antibiotik secara enzimatik, perubahan protein yang merupakan target antibiotik, perubahan jalur metabolik, efluks antibiotik, dan perubahan permeabilitas membran (Naim, 2008). Akibat dari resistensi mikroba adalah beberapa mikroba yang sebelumnnya menjadi target antibiotik tersebut menjadi lebih efisien untuk bertahan hidup dibandingkan dengan mikroba yang normal (Sun, 2004). Di samping itu penggunaan antibiotik juga mempunyai dampak terhadap mikroorganisme usus yang menguntungkan (Karaoglu dan Durdag, 2005).

Menurut Bates et al., (1994), bahwa ternak-ternak yang terdapat di peternakan Inggris banyak yang terinfeksi oleh Enterecocci yang resisten terhadap antibiotik Vancomycin. Bebara isolat yang diambil dari peternakan tersebut menunjukan sekitar 62 isolat Enterecocci yang resisten berasal dari pekerja, 22 isolat dari ternak, dan 5 isolat yang berasal dari daging mentah. Selanjutnya Roy et al, (2002) melaporkan bahwa sekitar 91- 92 sampel Salmonella yang diisolat dari produk unggas, unggas hidup dan lingkungan perunggasan telah resisten terhadap antibiotik erythromycin, lincomycin, dan penicillin.

Doyle, et al 2001; menyatakan bahwa beberapa dari mikroba patogen seperti Salmonella, Campylobacter, dan beberapa strain Escherchia coli telah reseisten oleh antibiotik Mikroba ini dapat menyebar ketempat lain melalui peggunaan kotoran ternak ayam sebagai pupuk (McEwen dan Fedorka-Cray, 2002), air yang terkontaminasi, dan perdagangan ternak antar-negara (Sun, 2004). Oleh karena itu munculnya beberapa akibat penggunaan antibiotik sintetetik sebagai antmikroba perlu dicarikan solusi untuk mengurangi pemakainnnya dalam industri perunggasan di Indosnesia.

Beberapa fungsi antibiotik dalam melawan kuman penyakit antara lain sebagai berikut :

1.  mampu menghambat sintesa dinding sel kuman atau merubah susunan dan struktur dinding sel
2.  menggangu fungsi sel membran
3.  mempengaruhi sintesis protein atau metabolisme asam nukleat

Beberapa carakerja antibiotik antara lain adalah :

1.  Yang menghambat sintesis dinding sel misalnya Penisilin, Basitrasin, Novobiosin, Sefalosporin, dan Vancomisin.

2. Yang merusak membran sel, seperti Polimixin, Colistin, Novobiosin, Gentamisin, Nistatin, dan Amfoterisin B.

3.  Yang menghambat sintesis protein, meliputi Tetrasiklin, Khloramfenikol, Neomisin, Streptomisin, Kanamisin, Tilosin, dan Linkomisin.

4. Yang menghambat sintesis asam nukleat, misal Aktinomikosin, Sulfonamida, dan derivat kuinolon.

Berdasarkan sifat kuman yang peka, jenis antibiotika dibedakan ke dalam golongan berikut :

1. aktif terhadap kuman gram-positif, contohnya Penisilin, Basitrasin, Novobiosin, Sefalosporin, Eritromisin, Tilosin, dan Oleandomisin.

2. terhadap bakteri gram-negatif, contohnya Streptomisin, Neomisin, Polimiksin, Colistin, Kanamisin, dan Gentamisin.

3. Antibiotika yang berspektrum luas, misalnya Ampicillin, Amoksisillin, Tetrasiklin, Kloramfenikol,preparat sulfa, Nitrofurans, Sefalosporin.

Berdasarkan kemampuan antibiotika terhadap kuman dan pertumbuhannya bersifat bakterisidal, seperti Penisillin, Streptomisin, Basitrasin, Neomisin, Polimiksin. bersifat bakteriostatik, misalnya sediaan sulfa, Tetrasiklin, Khloramfenikol, Eritromisin, Tilosin.
Show Comments