Produk yang berasal dari ternak yang menggunakan antibiotik (antimikroba) yang dikonsumsi oleh manusia dapat memberikan resiko terhadap kesehatan. Munculnya kecemasan ini menyebabkan beberapa jenis antimikroba telah dilarang penggunaannya di dalam pakan ternak (Barton, 2000). Menurut Huyghebaert (2005), bahwa pada tahun 1999 Uni Eropa (EU) telah melarang empat (4) antibiotik perangsang pertumbuhan (Growth promotant antibiotic) seperti tylosin, spiramycin, zinc-bacitracin, dan virginiamycin.
Penggunaan antibiotik secara terus menerus dalam dosis yang rendah pada ternak dapat menyebabkan mikroba tersebut menjadi resisten. Proses terjadinya resistensi dapat melalui mutasi gen, penghambatan aktivitas antibiotik secara enzimatik, perubahan protein yang merupakan target antibiotik, perubahan jalur metabolik, efluks antibiotik, dan perubahan permeabilitas membran (Naim, 2008). Akibat dari resistensi mikroba adalah beberapa mikroba yang sebelumnnya menjadi target antibiotik tersebut menjadi lebih efisien untuk bertahan hidup dibandingkan dengan mikroba yang normal (Sun, 2004). Di samping itu penggunaan antibiotik juga mempunyai dampak terhadap mikroorganisme usus yang menguntungkan (Karaoglu dan Durdag, 2005).
Menurut Bates et al., (1994), bahwa ternak-ternak yang terdapat di peternakan Inggris banyak yang terinfeksi oleh Enterecocci yang resisten terhadap antibiotik Vancomycin. Bebara isolat yang diambil dari peternakan tersebut menunjukan sekitar 62 isolat Enterecocci yang resisten berasal dari pekerja, 22 isolat dari ternak, dan 5 isolat yang berasal dari daging mentah. Selanjutnya Roy et al, (2002) melaporkan bahwa sekitar 91- 92 sampel Salmonella yang diisolat dari produk unggas, unggas hidup dan lingkungan perunggasan telah resisten terhadap antibiotik erythromycin, lincomycin, dan penicillin.
Doyle, et al 2001; menyatakan bahwa beberapa dari mikroba patogen seperti Salmonella, Campylobacter, dan beberapa strain Escherchia coli telah reseisten oleh antibiotik Mikroba ini dapat menyebar ketempat lain melalui peggunaan kotoran ternak ayam sebagai pupuk (McEwen dan Fedorka-Cray, 2002), air yang terkontaminasi, dan perdagangan ternak antar-negara (Sun, 2004). Oleh karena itu munculnya beberapa akibat penggunaan antibiotik sintetetik sebagai antmikroba perlu dicarikan solusi untuk mengurangi pemakainnnya dalam industri perunggasan di Indosnesia.