Biosecurity mempunyai tiga prinsip yaitu isolasi, pengendalian lalu lintas dan sanitasi (Segal 2008). Isolasi atau pemisahan merupakan tindakan untuk menciptakan lingkungan dimana unggas terlindungi dari pembawa penyakit (carrier) seperti manusia, unggas tertular, udara, air, vomites, dan hewan-hewan lain. Tindakan isolasi meliputi; menjaga jarak minimum antara peternakan unggas sekitar 400-1000 meter, pengandangan unggas di dalam lingkungan yang terkendali, pembuatan kasa pemisah untuk menjaga agar ternak yang di pelihara tetap di dalam kandang dan hewan yang lain tetap di luar (unggas liar, anjing, kucing, tikus dll), pembuatan pagar di sekeliling peternakan untuk mengendalikan lalu lintas manusia dan hewan lain, pembuatan tanda-tanda peringatan, memisahkan unggas berdasarkan spesies karena unggas air berperan sebagai carrier virus flu burung, dan penerapan sistem manajemen all in all out. Sistem ini memungkinkan depopulasi serempak di fasilitas antara setiap flok dan pembersihan semua kandang dan peralatan secara teratur untuk mengurangi tekanan penularan serta untuk memutuskan lingkaran penyakit.
Prinsip biosecurity yang kedua adalah pengendalian lalu lintas, meliputi pengendalian lalu lintas manusia, hewan, peralatan dan kendaraan masuk dan keluar peternakan dan di dalam area peternakan serta tidak mengijinkan orang dan kendaraan yang tidak berkepentingan memasuki daerah peternakan.
Prinsip biosecurity yang terakhir adalah sanitasi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah pembersihan dan desinfeksi secara teratur kandang, peralatan dan kendaraan serta menjaga kebersihan pekerja (mencuci tangan dan alas kaki sebelum dan setelah menangani unggas).
Manajemen kesehatan ternak dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan engendalian faktor-faktor produksi melalui optimalisasi sumberdaya yang dimilikinya agar produktivitas ternak dapat dimaksimalkan,kesehatan ternak dapat dioptimalkan dan kesehatan produk hasil ternak memiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar yang diinginkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu cara yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Untuk suatu kegiatan-kegiatan tertentu proses-proses kegiatan harus berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi produksi dan ekonomis serta penggunaan semua sarana dan prasarana secara efektif dengan kaidah-kaidah yang lazim berlaku dalam kesehatan dan kesejahteraan ternak. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan tersebut di atas diperlukan sifat interaktif dari proses manajemen .
Banyak sekali jenis pangan yang diperdagangkan kurang memenuhi syarat minimum kesehatan, misalnya karena tercemar mikroorganisme, penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan kimia non pangan. Kendala utama kenapa pelaku tata niaga kita belum dapat mengadopsi teknologi dalam sistem keamanan pangan adalah belum dikembangkan dan dipahaminya “manajemen risiko” dalam sistem keamanan pangan oleh kalangan usahawan kita. Untuk meningkatkan kinerja manajemen resiko memerlukan skill (keterampilan), pendidikan dan pelatihan serta komitmen yang kuat akan produk yang dihasilkannya.
Manajemen risiko tidak harus dilakukan oleh industri peternakan atau usaha peternakan yang besar-besar saja. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa aplikasi manajemen resiko yang dilakukan oleh perusahaan kecil mampu meningkatkan pendapatan karena pada umumnya konsumen sangat komitmen terhadap produk yang sehat. Keamanan pangan secara umum, merupakan hal yang kompleks dan sekaligus merupakan dampak dari interaksi antara toksisitas mikrobiologik, kimiawi, status gizi dan ketenteraman batin. Untuk pemenuhan bahan pangan hewani asal ternak khususnya daging disamping pemenuhan secara kuantitatif diperlukan juga pemenuhan syarat-syarat kualitatif (aspek nilai gizi), syarat-syarat higiene (aspek kesehatan), syarat-syarat dan keadaan yang menjamin ketenteraman bathin masyarakat yang menggunakan (aspek kehalalan).
Manajemen kesehatan ternak tidak dapat dipisahkan dengan masalah biosekuriti. Keduanya merupakan bagian integral dari sistem keamanan pangan produk peternakan. Biosekuriti merupakan konsep integral yang mempengaruhi suksesnya system produksi ternak khususnya dalam mengurangi resiko dan konsekuensi masuknya penyakit menular dan tidak menular. Jika kegiatan biosekuriti dilaksanakan secara baik dan benar maka produktivuitas ternak, efisiensi ekonomi dan produksi akan tercapai. Sebagai bagian dari sistem manajemen maka biosekuriti sangat penting khususnya untuk mencegah penyakit. Semua komponen biosekuriti, system yang diterapkan (vaksinasi, pengobatan, kontrol hewan liar dan lain-lainnya) dan sarana serta prasarana yang ada memiliki arti tinggi terhadap keberhasilan program sekuriti.
Pada umumnya biosekuriti dibagi dalam tiga tingkatan yaitu :
a) biosekuriti konseptual, yang merupakan dasar atau basis dari seluruh program pengendalian penyakit. Beberapa hal yang harus dikelola antara lain pemilihan lokasi peternakan khususnya kandang, pengaturan jenis dan umur ternak,
b) biosekuriti struktural, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tata letak peternakan, pemisahan batas-batas unit peternakan, pengaturan saluran limbah peternakan, perangkat sanitasi dan dekontaminasi, instalasi tempat penyimpanan pakan dan gudang, serta peralatan kandang dan
c) biosekuriti operasional, merupakan implementasi prosedur manajemen untuk pengendalian penyakit di perusahaan terutama bagaimana mengatasi suatu infeksi panyakit menular. Aspek-aspek yang sangat perlu diperhatikan dan menjadi tujuan pelaksanaan program biosekuriti adalah :
- tidak adanya penyakit tertentu di dalam farm,? adanya jaminan resiko bagi konsumen terhadap produk yang dihasilkan,
- adanya jaminan keamanan dalam lingkupan hidup dan sustainability usaha, dan
- jaminan terhadap tiadanya resiko penyakit zoonosis khususnya bagi karyawan.